Selasa, 18 Juni 2013

"Nisfu Sya'ban" dan Tradisi Kemasyarakatan

Oleh: Ali Syahbana

Nisfu Sya’ban merupakan istilah dimana bulan sya’ban berada dipertengahan, atau lebih tepatnya berada ditanggal 15. Adapun “malam nisfu sya’ban” adalah sebutan untuk malam ke 15 pada bulan tersebut.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa malam nisfu sya’ban memiliki kemuliaan dan keutamaan agung dalam islam. Bahkan dalam “Tuhfatul akhwan” Syekh Ahmad bin Hijazi Syihabuddin al Fasyni as Syafi’i (w. 978 H) mengistilahkan malam tersbut dengan “malam pembebasan”, “malam berdoa”, “malam pengijabahan”, “malam pengampunan dan pembebasan dari api neraka”, dan lain-lain. Dan istilah malam pengijabahan atau pengabulan doa juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Imam as Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya al-Umm; "Telah sampai pada kami bahwa dikatakan: Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam jum'at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya 'Idul Fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nisfu Sya’ban."

Sedangkan dalam kitab “shahih”nya Imam Ibn Hibban meriwayatkan dari sahabat Mu'az bin Jabal radiallahu 'anhu bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah menjenguk datang kepada semua makhluk-Nya di malam nisfu sya'ban, maka diampuni segala dosa makhluk-Nya di malam nisfu sy'aban, kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan." Begitu juga dalam riwayat Imam Ahmad dengan redaksi tidak jauh berbeda yang sanad atau mata rantainya oleh Imam al Hafidz al Mundzir dikategorikan “layyin”, dalam arti bebas tidak begitu bermasalah. (lihat: Husnul Bayan fi Lailati an Nisfi min Sya’ban karya Syekh Muhaddits Abdullah bin Muhammad bin as Siddiq al Ghumari)

Sedikitnya, seperti itulah potret dasar kemuliaan dan keistimewaan malam nisfu sya’ban. Dalam tradisi kebanyakan masyarakat islam Indonesia baik didesa ataupun dikota, dipesantren atau diluar pesantren, dimushala-mushala dan tempat lainnya, malam tersebut banyak diisi dengan amalan-amalan positif seperti berdzikir, berdoa, membaca al Qur’an atau surat Yasin, dan ada juga (sebagaimana penulis pernah alami saat dipesantren) yang diisi dengan shalat sunah tasbih.

Pada intinya, apapun bentuk dan praktek amaliahnya tentu menghidupkan malam nisfu sya’ban, mengutip apa yang dikemukakan Syekh al Ghumari, sangat mustahab atau disunahkan. Terlebih kemuliaan dan keagungan malam tersebut telah jelas secara umum. Waba’du, semoga kita termasuk golongan yang memperoleh kemuliaan dan keberkahan malam nisfu sya’ban dengan menghidupkannya. Wallahua’lam bisshawab.


*Kenitra, 18 Juni 2011 (9 Sya’ban 1434 H)
»»  Bismillah Ku Lanjut Baca...