Oleh: Ali Syahbana
Nisfu Sya’ban merupakan istilah dimana bulan sya’ban berada
dipertengahan, atau lebih tepatnya berada ditanggal 15. Adapun “malam nisfu sya’ban”
adalah sebutan untuk malam ke 15 pada bulan tersebut.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa malam nisfu sya’ban memiliki
kemuliaan dan keutamaan agung dalam islam. Bahkan dalam “Tuhfatul akhwan” Syekh
Ahmad bin Hijazi Syihabuddin al Fasyni as Syafi’i (w. 978 H) mengistilahkan
malam tersbut dengan “malam pembebasan”, “malam berdoa”, “malam pengijabahan”, “malam
pengampunan dan pembebasan dari api neraka”, dan lain-lain. Dan istilah malam
pengijabahan atau pengabulan doa juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Imam
as Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya al-Umm; "Telah sampai pada
kami bahwa dikatakan: Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam
jum'at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya 'Idul Fitri, malam pertama
di bulan Rajab dan malam Nisfu Sya’ban."
Sedangkan dalam kitab “shahih”nya Imam Ibn Hibban meriwayatkan dari sahabat
Mu'az bin Jabal radiallahu 'anhu bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah
menjenguk datang kepada semua makhluk-Nya di malam nisfu sya'ban, maka diampuni
segala dosa makhluk-Nya di malam nisfu sy'aban, kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang
bermusuhan." Begitu juga dalam riwayat Imam Ahmad dengan redaksi tidak
jauh berbeda yang sanad atau mata rantainya oleh Imam al Hafidz al Mundzir
dikategorikan “layyin”, dalam arti bebas tidak begitu bermasalah. (lihat:
Husnul Bayan fi Lailati an Nisfi min Sya’ban karya Syekh Muhaddits Abdullah bin
Muhammad bin as Siddiq al Ghumari)
Sedikitnya, seperti itulah potret dasar kemuliaan dan keistimewaan
malam nisfu sya’ban. Dalam tradisi kebanyakan masyarakat islam Indonesia baik didesa ataupun dikota, dipesantren atau diluar pesantren, dimushala-mushala dan tempat lainnya, malam
tersebut banyak diisi dengan amalan-amalan positif seperti berdzikir, berdoa,
membaca al Qur’an atau surat Yasin, dan ada juga (sebagaimana penulis pernah alami
saat dipesantren) yang diisi dengan shalat sunah tasbih.
Pada intinya, apapun bentuk dan praktek amaliahnya tentu menghidupkan
malam nisfu sya’ban, mengutip apa yang dikemukakan Syekh al Ghumari, sangat mustahab
atau disunahkan. Terlebih kemuliaan dan keagungan malam tersebut telah jelas secara
umum. Waba’du, semoga kita termasuk golongan yang memperoleh kemuliaan
dan keberkahan malam nisfu sya’ban dengan menghidupkannya. Wallahua’lam
bisshawab.
*Kenitra, 18 Juni 2011 (9 Sya’ban 1434 H)