Kamis, 09 Agustus 2012

Sakralitas "Lailatul Qadar"


Oleh: Ali Syahbana

Saat bulan suci Ramadhan tiba, termasuk hal yang paling laris dijadikan bahan pembicaraan adalah tentang "Lailatul Qadar". Baik media cetak maupun elektronik, entah oleh para penceramah atau ustadz yang professional maupun amatiran, ditiap-tiap mushalla atau masjid, ataupun dalam kajian diskusi keagamaan melulu menempatkan Lailatul Qadar menjadi bahasan menarik untuk diketengahkan, untuk disampaikan dan yang lebih penting untuk diamalkan tentunya.

Lailatul Qadar atau dalam kebahasaan kita berarti malam ketetapan adalah momen dimana Al Qaadir (Allah swt yang maha menetapkan) menetapkan perjalanan hidup manusia dalam jenjang satu tahun kedepan (baca: QS. Ad Dukhan ayat 3-5). Dikatakan juga bahwa siapa saja manusia yang melakukan amalan positif dalam malam tersebut maka pahala dan ganjarannya lebih baik daripada ia beramal 1.000 bulan, setara 83 tahun 4 bulan.

Lailatul Qadar kalau boleh dikata merupakan malam yang kramat dan sangat istimewa. Bahkan ada dari ulama yang melakukan teka teki dalam menentukan malam tersebut. Mereka berpendapat jika awal Ramadhan hari Ahad dan Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 29 ramadhan. Jika hari Senin maka malam 21 Ramadhan adalah Lailatul Qadar-nya. Jika hari Selasa atau Jum'at maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Kamis maka malam 25 Ramadhan. Jika hari Sabtu maka Lailatul Qadar-nya malam 23 Ramadhan.

Saking sakralnya sepertinya, ada juga yang mengatakan, "jika awal puasa hari Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh dimalam 29 Ramadhan. Jika awal puasa hari Sabtu maka malam 21 Ramadhan. Jika hari Ahad maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Senin maka malam 19 Ramadhan. Jika hari Selasa maka malam 25 Ramadhan.. Jika hari Rabu maka malam 17 Ramadhan.

Lailatul Qadar laksana misteri yang patut untuk dicari dan didapati. Ia tidak tetap atau berubah-ubah dalam tanggal jatuhnya. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Dikatakan juga bahwa ia terjadi pada malam-malam ganjil, yaitu 21,23,25,27, dan 29.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah Lailatul Qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat: Fathul Bari, 4/262-266).

Lailatul Qadar merupakan malam yang dahsyat dan penuh keutamaan. Untuk mendapatinya, tidak cukup hanya sekedar berjudi melakukan ibadah total hanya pada malam ke 21 saja atau malam 27. Namun, setelah jiwa kita ajeg bermesraan denga Allah swt di 20 hari puasa pertama, sepuluh hari terakhir ini harus betul-betul dimanfaatkan secara efektif untuk melakukan ibadah baik personal maupun sosial.

Jika Kanjeng Nabi saw sendiri selaku sosok teladan umatnya, sebagaimana riwayat mengatakan, saat memasuki sepuluh yang akhir bulan Ramadhan, mengencangkan ikat pinggangnya untuk menghidupkan malamnya dengan ibadah secara vertikal bersama keluarganya. Tentunya umat yang mengaku pengikut beliau labih berhk untuk –minimal- mencontoh teladan beliau dalam menghidupkan "'Asyra al awakhir" sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Selamat mencegat sakralitas dan keberkahan Lailatul Qadar. Wallahua'lam.

Kenitra, 9 Agustus 2012 / 20 Ramadhan 1433 H

* Tulisan ini pernah dimuat di 
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39264-lang,id-c,kolom-t,Sakralitas++Lailatul+Qadar+-.phpx

»»  Bismillah Ku Lanjut Baca...

Minggu, 05 Agustus 2012

Al Qur'an, Kitab Suci Yang Terkhianati


Oleh: Ali Syahbana*

Sebelum menyelami lebih jauh pokok permasalahan, pertama penulis maklum jika ada sebagian pembaca yang menganggap ekstrim judul diatas. Sebagaimana penulis juga legowo saat ada dari pembaca  yang tidak langsung ambil kesimpulan tentang judul tersebut, namun terlebih dulu melakukan penelitian dengan pembacaan menyeluruh. Sebab bagi penulis pembaca adalah manusia-manusia yang bebas untuk menilai dan berpendapat.

Jika kita bertanya tentang al Qur'an, mayoritas umat muslim, terlebih  yang pernah mengenyam pendidikan islam, akan menjawab bahwa "Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Al Qur'an adalah kitab yang istimewa. Bagaimana tidak, Al Qur'an diturunkan di bulan mulia nan istimewa, yaitu Ramadhan. Juga salah satu keistimewaan Al Quran adalah, sebagaimana riwayat Imam At Tirmidzi dari Ibnu Mas'ud, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al Quran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku (Rasulullah saw.) tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf".

Saking istimewanya, meminjam ungkapan Simbah Kyai Mustofa Bisri dalam salah satu tulisannya, Al Quran dibaca tanpa mengerti artinya pun mendatangkan pahala. Mereka yang membacanya dengan lancar dijanjikan akan bersama-sama para malaikat yang mulia dan mereka yang membacanya gradul-gradul, tidak lancar akan diganjar dobel. Demikian menurut hadis shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari sayyidah A’isyah r.a.

Al Qur'an adalah kitab suci agama Islam yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia, pedoman dalam menjalani kehidupan yang pemahamannya diambil dari apa yang telah disampaikan ulama-ulama terdahulu merujuk ajaran Kanjeng Nabi shallallhu'alaihi wasallama.

Dalam posisinya sebagai pedoman dan pentunjuk, dalam hal ibadah Al Qur'an banyak menjelaskan akan kewajiban seorang hamba untuk tunduk dan mengabdi kepada Tuhannya. Ketundukan ini tertuang dalam kewajiban sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan ibadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya.

Dalam hal toto kromo, Al Qur'an juga mengisyaratkan bagaimana potret kemuliaan akhlak Rasulullah saw, kelembutan sikapnya dan keramahan perangainya yang sudah barang tentu harus dijadikan teladan bagi mereka yang mengaku umat dan pengikut beliau.

Lebih jauh lagi, Al Qur'an juga memaparkan bagaimana manusia berlaku baik terhadap kedua orang tuanya, kerabatnya dan orang-orang disekitarnya. Al Qur'an melarang penindasan, ketidak-adilan, keserakahan dan segala bentuk kezaliman. Al Qur'an tidak menghendaki kemunafikan, perberbuatan keji, pengingkaran akan janji-janji maupun tindak kekerasan yang menjadikan merugi.

Al Qur'an, lagi-lagi dengan  pemahaman yang sesuai tentunya, menjadi terhormat jika ia benar-benar mampu menjadi pedoman hidup kaum muslimin. Al Qur'an tidak hanya dibaca dan dihafal, tapi jauh lebih penting bagaimana ia bisa diamalkan. Dengan begitu cita-cita hudan linnas-nya Al Qur'an menjadi terealisasikan.

Namun menjadi ironis jika umat yang mengaku berpedoman terhadap Al Qur'an ternyata tindak tanduk atau perilakunya jauh dari nilai-nilai agung yang diajarkan Al Qur'an. Melupakan kewajiban sebagai hamba telah menjadi kebiasaannya. Menindas, berlaku tidak adil, serakah ataupun merampas hak-hak kaum lemah menjadi amalan yang melekat dalam dirinya. Bersikap kasar, rajin mencela dan mecaci-maki, memfitnah, berprasangka buruk, iri, dengki dan ingkar janji jadi santapan sehari-hari. Dan lain sebagainya, dan lain sebagainya.

Jika kenyataannya demikian, tidakkah kita lebih pantas disebut, dengan bahasa ekstrimnya, sebagai bagian dari umat yang telah mengkhianati nilai-nilai kitab suci Al Qur'an?? Terlebih jika tidak adanya usaha-usaha perbaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamalkan rumusan-rumusan yang tertuang dalam ajaran Al Qur'an itu sendiri. Maka dari itu, melalui momen dan semangat "Nuzulul Qur'an" marilah kita berusaha untuk tidak sekedar membaca dan sibuk menghafalkan Al Qur'an, tapi juga mencoba istiqamah mengamalkan kandungan-kandungan mulia yang ada dalam Al Qur'an. Dengan begitu semoga Al Qur'an bisa menjadi syafaat dalam kesejahteraan kehidupan di dunia maupun akherat kelak.

"Allahummarhamna bil Qur'an, waj’alhu lana imaaman wa nuuran wa hudan wa rahmah. Allahumma dzakkirna minhu maa nasiina wa ’allimna minhu maa jahiilna, warzuqna tilaawatahu aana al laili wa athrofannahar, waj’alhu lana hujjatan Yaaa rabbal ‘alamiin", (Ya Allah, kasih sayangilah kami dengan sebab Al Quran, dan jadikanlah Al Quran sebagai pemimpin, sebagai cahaya, sebagai petunjuk dan sebagai rahmat bagi kami. Ya Allah ingatkanlah kami dari apa-apa yang kami lupa dalam Al Quran yang telah Kau jelaskan dan ajarilah kami terhadap apa-apa yang kami belum ketahui dalam Al Qur'an, dan karuniakanlah kami untuk selalu sempat membaca AlQuran pada malam dan siang hari, dan jadikanlah Al Quran sebagai hujjah bagi kami Wahai Dzat yang menguasai alam semesta). Wallahua'lam bis shawab.


* Santri di Universitas Ibn Tofail Kenitra, Maroko
   Kenitra, 04 Agustus 2012/15 Ramadhan 1433 H

»»  Bismillah Ku Lanjut Baca...